BERTUMPU PADA GURU SPIRITUAL
Bertumpu pada guru spiritual kita harus
memisahkan susu dari air : memisahkan hal hal yang tidak bermanfaat, dalam
kehidupan ini kita harusnya bisa memanfaatkan tubuh yang kita gunakan sekarang.
Praktik akan keyakinan dalam mengembangkan keyakinan, mengapa bertumpu pada
guru spiritual, mengapa kita mungkin menganggap semua guru spiritaul kita
sebagai Buddha / Panutan seperti pengarang biografi kita harusnya sama seperti
penulis biografi karena melihat sisi positifnya.
Kadang kadang kita melihat sisi negatifnya
karena pengaruh karma negatifnya kita karena karma buruknya kita yang mendorong
kesana untuk melihatnya, karena karma buruk / negatifnya yang bisa diliat begitu
saja kadang kita melihat negatif karena karma buruk / negatifnya kita. Karena
karma buruknya kita bisa liat sisi, buruknya saja terkadang bisa menurunkan
keyakinan kita. Karena rasa lidah percaya kita karena karma buruknya saja
harusnya kita bisa eleminasinya negatifnya saja. Kita bisa melihat contoh kayak
kaca karena kacanya kurang baik melihat pandangannya jika kurang baik kalau
diilustrasikan, kita tinggal dirumah kita bisa tidak melihat cucian bersih
padahal kaca rumahnya yang kotor.
Kita harus bisa menghilangkan negatif kita
perlu mengemabngkan batin bajik “Beliau akan hadir seorang guru spiritual yang
belum matang secara spiritual” karena Beliau menyesuaikan dengan karma kita.
Jika Buddha memunculkan dengan wujud wajradharma akan kita bisa melihatnya.
Maka dari itu beliau muncul dengan wujud seperti manusia bisa melihat Buddha.
Pentingnya menganggap guru spiritual kita adalah Buddha yang hadir langsung.
Mustahil jika kita diajarkan dengan Buddha yang wujud aslinya tapi harusnya
wujud manusia biasa, bertumpu pada Guru spiritual akar dari sang jalan.
Jika kita belum yakin jika tidak ada fondasi
mungkin kita tidak akan kokoh jadi mesti bangun dari awal / akar yang paling
dalam banyak metode latihan dengan guru spiritual beliau bisa mencapai
spiritual tertentu latihan mental bisa membentuk mental kita, melayani
menyediakan makanan, minuman untuk menekan rasa sombong, melatih batin kita. “
melihat kesetiaan kita harus seperti seekor anjing itulah harusnya bisa setia
seperti seekor anjing itulah harusnya bisa setia seperti seekor anjing yang
setia jadi harus benar benar mengikat menumbuhkan rasa bakti yang besar dan
mendalam renungkan kematian saat sendirian tidak ada yang menemani kita jadi
kita harus sendirian.
Lalu apa sih yang mesti dikejar sehingga kita
bisa mempersiapkan sendirian jika menghadapkan kematian ini harus kita hadapi sendirian
untuk melihat kematian tapi, jika sekarang disadari harus melihat bagaimana
batinnya jika sudah waktunya kita harus persiapan harus hadapi bisa lebih kaget
kalau menghadapi tanpa bekal bisa menghafal materinya sama saja setiap saat
kita sudah siap jika kematian datang jadi kita harus siap.
Komentar
Posting Komentar