KHANTIVADI JATAKA CERITA TENTANG PERTAPA KHANTIVADI KHANTI PARAMI KESABARAN BY UNKNOWN
Pada suatu ketika, bodhisatta terlahir sebagai seorang pertapa yang bermeditasi di bawah sebuah pohon di taman kerajaan, ia tinggal di sana atas undangan pejabat kerajaan pada suatu hari raja pergi, ke taman bersama wanita wanita penghibur dalam keadaan mabuk raja tertidur, di pangkuan wanita penghibur kesayangannya. Ketika ia tertidur wanita wanita penghibur yang lain, pergi ke pertapa khantivadi untuk mendengarkan ajarannya pada saat raja terbangun, wanita wanita penghibur itu tidak ada mendengar mereka ke pertapaan untuk mendengarkan ajaran, raja amat marah ia menghampiri pertapa khantivadi yang tidak bersalah itu dan bertanya dengan suara keras, apa yang kamu ajarkan hai pertapa? Aku mengajarkan kesabaran, yang mulia jawab pertapa itu dengan tenang.
Apakah kesabaran itu? Kesabaran adalah tidak marah, apabila kamu dianiaya atau dipukuli baiklah, aku akan menguji kesabaranmu kata raja. Ia lalu memerintahkan algojonya untuk melemparkan pertapa itu, ke tanah dan memukulinya dengan cambuk pertapa yang suci itu dipukuli tanpa belas kasihan, kulitnya penuh dengan luka bekas cambukan seluruh tubuhnya berdarah darah, tetapi pertapa yang melaksanakan ajaran untuk sabar itu menahan sakit yang luar biasa itu dengan penuh kesabaran masihkah kamu melatih kesabaran, hai pertapa? Ya tentu saja, yang mulia raja lalu memerintahkan untuk memotong kedua tangan dan kakinya dan bertanya kembali, dengan penuh ketenangan pertapa itu menjawab pertanyaan raja, beliau lalu memerintahkan untuk memotong hidung dan kedua kupingnya tanpa belas kasihan algojo lalu memotong hidung dan kuping pertapa itu.
Dengan tubuh yang telah terpotong potong dan bersimbah dengan darah itu, raja lalu bertanya lagi kepada pertapa itu, apakah kamu tetap latihan kesabaran? Yang mulia janganlah berpikir bahwa kesabaranku, terletak di kulit di tangan di kedua tangan / kakiku atau di hidung dan kedua kupingku, kesabaranku berada di hati dan pikiranku dengan segala kekuatanmu, kamu dapat membuat tubuhku hancur. Tetapi pikiranku tidak akan pernah berubah, pertapa itu menjawab pertanyaan raja dengan penuh ketenangan ia tidak punya keinginan untuk melawan raja, juga tidak terlihat marah saat ia memandang raja.
Raja bertambah marah mendengar jawaban pertapa, ia lalu mengangkat kakinya dan menginjak dada pertapa yang tidak bersalah itu, dengan segera darah menyembur dari mulut pertapa pejabat kerajaan yang mengundangnya, ketika mendengar kejadian itu segera berlari menghampirinya dengan segera, ia mengobati dan memohon untuk tidak mengutuk kerajaan pertapa yang penuh kasih itu bukannya mengutuk, malah memberikan berkah kepada raja dengan berkata ia yang telah memotong tangan, kaki hidung dan kupingku semoga panjang umur! Seorang laki laki, seperti kami tidak akan marah. Setelah penerangan sempurna, yms buddha berkata meskipun dipotong dengan kapak yang tajam seperti benda mati, aku tidak marah kepada raja kasi.inilah penyempurnaan kesabaranku.
Komentar
Posting Komentar