PENCERAHAN BY UNKNOWN

 Kemudian, para bhikkhu, dengan diriku sendiri tunduk pada kelahiran, setelah memahami bahaya dalam apa yang tunduk pada kelahiran, mencari keamanan tertinggi dari belenggu yang tidak terlahirkan, Nibbāna, Aku mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang tidak terlahirkan, Nibbāna; dengan diriku sendiri tunduk pada penuaan, setelah memahami bahaya dalam apa yang tunduk pada penuaan, mencari keamanan tertinggi dari belenggu yang tidak mengalami penuaan, Nibbāna, Aku mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang tidak mengalami penuaan, Nibbāna; dengan diriku sendiri tunduk pada penyakit, setelah memahami bahaya dalam apa yang tunduk pada penyakit, mencari keamanan tertinggi dari belenggu yang tidak mengalami penyakit, Nibbāna, Aku mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang tidak mengalami penyakit, Nibbāna; dengan diriku sendiri tunduk pada kematian, setelah memahami bahaya dalam apa yang tunduk pada kematian, mencari keamanan tertinggi dari belenggu yang tanpa kematian, Nibbāna, Aku mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang tanpa kematian, Nibbāna; dengan diriku sendiri tunduk pada dukacita, setelah memahami bahaya dalam apa yang tunduk pada dukacita, mencari keamanan tertinggi dari belenggu yang tanpa dukacita, Nibbāna, Aku mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang tanpa dukacita, Nibbāna; dengan diriku sendiri tunduk pada kekotoran, setelah memahami bahaya dalam apa yang tunduk pada kekotoran, mencari keamanan tertinggi dari belenggu yang tanpa kekotoran, Nibbāna, Aku mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang tanpa kekotoran, Nibbāna. Pengetahuan dan penglihatan muncul padaKu: ‘KebebasanKu tidak tergoyahkan; ini adalah kelahiranKu yang terakhir; sekarang tidak ada lagi penjelmaan makhluk yang baru.’

Aku merenungkan: ‘Dhamma ini yang telah Kucapai sungguh mendalam, sulit dilihat dan sulit dipahami, damai dan luhur, tidak dapat dicapai hanya dengan penalaran, halus, untuk dialami oleh para bijaksana. Tetapi generasi ini menyenangi keduniawian, bergembira dalam keduniawian, bersukacita dalam keduniawian. Adalah sulit bagi generasi demikian untuk melihat kebenaran ini, yaitu, kondisionalitas spesifik, kemunculan bergantungan. Dan adalah sulit untuk melihat kebenaran ini, yaitu, tenangnya segala bentukan, lepasnya segala perolehan, hancurnya ketagihan, kebosanan, lenyapnya, Nibbāna. Jika Aku harus mengajarkan Dhamma, orang-orang lain tidak akan memahamiKu, dan itu akan melelahkan dan menyusahkan bagiKu.’ Setelah itu muncullah padaKu secara spontan syair-syair ini yang tidak pernah didengar sebelumnya Cukuplah dengan mengajarkan Dhamma Yang bahkan Kuketahui sulit untuk dicapai Karena tidak akan pernah dilihatOleh mereka yang hidup dalam nafsu dan kebencian.

Mereka yang tenggelam dalam nafsu, terselimuti dalam kegelapan Tidak akan pernah melihat Dhamma yang mendalam ini Yang mengalir melawan arus duniawi. Halus, dalam, dan sulit dilihat. Dengan pertimbangan demikian, batinKu lebih condong pada tidak melakukan apa-apa daripada mengajarkan Dhamma. Kemudian, para bhikkhu, Brahmā Sahampati dengan pikirannya mengetahui pikiranKu dan ia mempertimbangkan: ‘Dunia akan musnah, dunia akan binasa, karena pikiran Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, lebih condong pada tidak berbuat apa-apa daripada mengajarkan Dhamma.’ Kemudian secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Brahmā Sahampati lenyap dari alam Brahmā dan muncul di hadapanKu. Ia merapikan jubah atasnya di satu bahunya, dan merangkapkan tangan sebagai penghormatan kepadaKu, dan berkata: ‘Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma, sudilah Yang Sempurna mengajarkan Dhamma. Ada makhluk-makhluk dengan sedikit debu di mata mereka yang tersia-sia karena tidak mendengarkan Dhamma. Akan ada di antara mereka yang akan memahami Dhamma.’ Brahmā Sahampati berkata demikian, dan kemudian ia berkata lebih lanjut Di Magadha telah muncul hingga sekarang Ajaran tidak murni yang diajarkan oleh mereka yang masih ternoda bukalah pintu menuju Keabadian! Biarkan mereka mendengar Dhamma yang ditemukan oleh Yang Tanpa Noda bagaikan seseorang yang berdiri di sebuah puncak gunung dapat melihat ke bawah, orang-orang di segala penjuru, Maka O Yang Bijaksana Yang Maha-Melihat Naiklah ke istana Dhamma Sudilah Yang Tanpa Dukacita mengamati keturunan manusia ini, Diliputi oleh dukacita, dikuasai oleh kelahiran dan usia tua.

 

    Bangkitlah, pahlawan pemenang, pemimpin pengembara,

    Yang tanpa kewajiban, dan mengembaralah di dunia.

    Sudilah Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma,

    Akan ada di antara mereka yang dapat memahami Dhamma.’

 

“Kemudian Aku mendengarkan permohonan Brahmā, dan demi belas kasih kepada makhluk-makhluk Aku memeriksa dunia dengan mata Buddha. Dengan memeriksa dunia dengan mata Buddha, Aku melihat makhluk-makhluk dengan sedikit debu di mata mereka dan dengan banyak debu di mata mereka, dengan indria tajam dan dengan indria tumpul, dengan kualitas-kualitas baik dan dengan kualitas-kualitas buruk, mudah diajar dan sulit diajar, dan beberapa yang berdiam melihat dengan takut pada kejahatan dan pada dunia lain. Bagaikan dalam sebuah kolam teratai biru atau merah atau putih, beberapa teratai lahir dan tumbuh dalam air berkembang dalam air tanpa keluar dari air, dan beberapa teratai lain lahir dan berkembang dalam air dan berdiam di permukaan air, dan beberapa teratai lainnya lahir dan berkembang dalam air keluar dari air dan berdiri dengan bersih, tidak dibasahi oleh air; demikian pula, dengan memeriksa dunia ini dengan mata Buddha, Aku melihat makhluk-makhluk dengan sedikit debu di mata mereka dan dengan banyak debu di mata mereka, dengan indria tajam dan dengan indria tumpul, dengan kualitas-kualitas baik dan dengan kualitas-kualitas buruk, mudah diajar dan sulit diajar, dan beberapa yang berdiam melihat dengan takut pada kejahatan dan pada dunia lain. Kemudian Aku menjawab Brahmā Sahampati dalam syair ini:

 

‘Terbukalah bagi mereka pintu menuju Keabadian,

 

Semoga mereka yang memiliki telinga menunjukkan keyakinan mereka.

 

Karena berpikir akan menyusahkan, O Brahmā,

 

Aku tidak membabarkan Dhamma yang halus dan luhur.’

 

Kemudian Brahmā Sahampati berpikir: ‘Sang Bhagavā telah memenuhi permohonanku untuk mengajarkan Dhamma.’ Dan setelah memberi hormat kepadaKu, dengan Aku tetap di sisi kanannya, ia seketika lenyap dari sana.

 

“Aku merenungkan: ‘Kepada siapakah pertama kali Aku mengajarkan Dhamma? Siapakah yang akan memahami Dhamma ini dengan cepat?’ Kemudian Aku berpikir: ‘Āḷāra Kālāma bijaksana, cerdas, dan dapat melihat; ia telah lama memiliki sedikit debu di matanya. Bagaimana jika Aku mengajarkan Dhamma pertama kali kepada Āḷāra Kālāma. Ia akan memahaminya dengan cepat.’ Kemudian para dewa mendatangiKu dan berkata: ‘Yang Mulia, Āḷāra Kālāma meninggal dunia tujuh hari yang lalu.’ Dan pengetahuan dan penglihatan muncul padaku: ‘Āḷāra Kālāma meninggal dunia tujuh hari yang lalu.’ Aku berpikir: ‘Kerugian Āḷāra Kālāma sungguh besar. Jika ia mendengarkan Dhamma ini, ia akan memahaminya dengan cepat.’

 

“Aku merenungkan: ‘Kepada siapakah pertama kali Aku mengajarkan Dhamma? Siapakah yang akan memahami Dhamma ini dengan cepat?’ Kemudian Aku berpikir: ‘Uddaka Rāmaputta bijaksana, cerdas, dan dapat melihat; ia telah lama memiliki sedikit debu di matanya. Bagaimana jika Aku mengajarkan Dhamma pertama kali kepada Uddaka Rāmaputta. Ia akan memahaminya dengan cepat.’ Kemudian para dewa mendatangiKu dan berkata: ‘Yang Mulia, Uddaka Rāmaputta meninggal dunia kemarin malam.’ Dan pengetahuan dan penglihatan muncul padaku: ‘Uddaka Rāmaputta meninggal dunia kemarin malam.’ Aku berpikir: ‘Kerugian Uddaka Rāmaputta sungguh besar. Jika ia mendengarkan Dhamma ini, ia akan memahaminya dengan cepat.’

 

“Aku merenungkan: ‘Kepada siapakah pertama kali Aku mengajarkan Dhamma? Siapakah yang akan memahami Dhamma ini dengan cepat?’ Kemudian Aku berpikir: ‘Para bhikkhu dari kelompok lima yang melayaniKu sewaktu aku menjalani usahaku telah sangat membantu. Bagaimana jika Aku mengajarkan Dhamma pertama kali kepada mereka.’ Kemudian Aku berpikir: ‘Di manakah para bhikkhu dari kelompok lima itu menetap?’ Dan dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat bahwa mereka sedang menetap di Benares di Taman Rusa di Isipatana.

Komentar

Postingan Populer