HIRI & OTTAPA BY BHANTE DHIRASARANO
Kita ini kalau memiliki keyakinan kepada Triratna, ibarat kompas hiri ini rasa malu bukan yang umum, tapi disini rasa malu seseorang untuk berbuat hal tidak baik. Ottapa ini diartikan takut akan akibat dari perbuatan jahat, sebagai gambaran awal arti dari kedua kata itu kalau mengkaitkan sebuah kekayaan, hiri & ottapa ini didalam dhamma disebutkan bahwa kedua hal tersebut termasuk bagian dari 7 kekayaan, seorang ariya / seorang mulia bagi seseorang yang hidup, dikelilingi benda materi ibarat kekayaan hiri & ottapa ini juga sama halnya dengan harta kekayaan, tidak diperuntukkan bagi yang meninggalkan keduniawian tapi bagi siapapun, bagi yang mau berjuang & mengembangkannya mereka yang pantas memperolehnya tentu yang membawa kekayaan, dalam kehidupan selanjutnya juga sama kalau mau kilas balik, seperti Pangeran Siddharta sebelum jadi Sammasambuddha memiliki seorang anak Rahula, ada kesempatan beliau datang ke istana lagi meminta harta warisan tapi memberikan tujuh warisan dua halnya hiri & ottapa, jadi kedua warisan ini merupakan harta sejati tidak akan hilang / dirampok, tidak hilang oleh bencana alam tentu berkaitan dengan kedua hal ini, tentu pada saat ini banyak peristiwa yang kita temukan yang kiranya diberitakan dimedia massa / media cetak, ada beragam kasus / peristiwa yang terkadang sangat mengerikan seperti pembunuhan, terkadang melakukan pembunuhan anak membunuh orang tua, ada juga kasus mengenai pencurian yang terkadang tindakannya tidak terlalu besar / lebih tinggi seperti koruptor, ada berita pemerkosaan yang tidak dilakukan oleh anggota keluarga / dalam anggota keluarga, tentunya melihat kondisi demikian bukan pada saat ini saja.
Jauh sebelumnya kasus demikian pernah terjadi, tentu apa yang jadi penyebab mengapa hal ini bisa terjadi, karena tidak memiliki hiri & ottapa. Tidak memiliki sifat untuk batin rasa malu berbuat jahat & rasa takut akibatnya, bisa melakukan ini kalau tiada hiri & ottapa tiada rasa malu & takut akan berbuat jahat, penting kiranya mengerti kedua hal ini patut untuk dikembangkan dalam batin masing masing, untuk mengkondisikan kedua hal ini salah satu hal yang bisa kita lakukan, salah satu caranya mempupuk pengertian hukum karma kalau punya pengertian hukum karma, bisa menciptakan pengertian bahwa didalam seseorang memiliki sudut pandang, terutama hukum karma segala sesuatu yang kaitan perbuatan buruk akan memperoleh akibat buruk, jika sebaliknya berbuat baik akan memperoleh hal hal positif dari perbuatan bajiknya, tentu pengertian dalam hukum karma sesuai benih yang kita tabur demikian hasilnya seperti itu, kalau belum buat bajik akan dapat penderitaan tapi kalau berbuat bajik akan memperoleh bahagia, dengan memahami hukum karma bisa mencegah untuk melanggar 5 moralitas, ucapan yang tidak baik juga minum minuman keras serta obat obatan yang bisa mengurangi kesadaran, pengertian hukum karma tentu setiap orang tidak menginginkan sesuatu yang tidak baik, tidak mengharapkan kondisi yang tidak baik tidak ingin hal hal buruk terjadi, tentu ingin hal hal baik tentu dengan pengertian hukum karma bisa mengarahkan diri kita untuk, lebih menjalankan moralitas berusaha tidak mengucapkan hal hal yang tidak pantas, tidak membuat hal hal yang tidak baik karena kita takut hal hal ini terjadi jadi itulah yang menjadi acuan, itu yang dikembangkan dalam diri itu supaya mempupuk hal hal yang baik, kalau tidak menuai akibat buruk yang kita lakukan bisa saja dalam kehidupan mendatang kita akan menuai, bisa juga dikehidupan mendatang.
Kemudian dari faktor sosial, tentu dari faktor sosial yang namanya seseorang melakukan perbuatan buruk, yang mengarah kepada 5 moralitas itu. Pasti akan dicela oleh orang yang tidak bijaksana, semua orang tidak ingin dicela pas dicela pasti akan ada rasa malu dari hal itu ada faktor sosial, mereka bisa dicela dari mengetahui kondisi perbuatan buruk takut muncul rasa malu, patut mengembangkan hiri jadi sangat penting sekali untuk dikembangkan kedua hal ini, selain itu hiri & ottapa bisa menciptakan dalam kehidupan masyarakat yang damai, bahkan bisa membuat orang menjalankan moralitas yang baik kita bisa memperhatikan lingkungan yang baik, tiada kondisi tidak baik terjadi tiada tetangga yang mabuk mabukan, kondisi damai itu karena sebagian besar orang disana walau tidak mengenal pancasila buddhist, karena kalau buat buruk akan ada rasa malu kalau mencuri akan dipenjara bisa dicemooh orang lain, saya berbohong ucapan saya tidak didengar orang lain kalau mabuk mabukan, akan dicap pemabuk oleh masyarakat maka dalam dhamma hiri & ottapa ini sebagai dhamma pelindung dunia, bahkan ketika seseorang yang seperti dikatakan diawal tadi, jika tidak dimunculkan dalam setiap orang ini akan sulit.
Kondisi kondisi baik tadi, kalau tidak dijalankan tidak akan menghormati bahkan sampai hal hal tidak baik, melakukan tindakan condong ke seksual tidak pantas bisa terkondisi karena tiada rasa malu & takut, tentu kedua hal ini. Sangat penting sekali dikembangkan, selain itu juga bisa membantu kita dalam melaksanakan moralitas jika seumpama memiliki sudut pandang, saya tidak mampu jalankan pancasila keempat hanya mampu menjalankan 4 sila 3 sila 2 sila bahkan sampai 1 sila, tetapi jika kembali pada hiri & ottapa selalu melihat juga, maka akan kembali menerapkan 5 sila itu maka tanam kuat hiri & ottapa itu, walau dalam satu kesempatan tidak mampu tapi pasti kita bisa membuat diri kita praktik moralitas yang baik, jadi hiri & ottapa membuat sebab untuk mempraktikan moralitas ini kiranya sebagai awalan, sebenarnya ketika seseorang melanggar komitmen yang diniatkan sedari awal, kenapa bisa demikian karena mereka menyukai.
Sehingga kondsi kondisi tidak baik itu dilakukan karena disenangi, bisa melakukan berkali kali, ketika sudah melakukan berkali kali. Maka akan menjadi kebiasaan apabila itu hal buruk, sangat sulit untuk dilepas bagi orang yang melanggar sila ketiga selalu memiliki kebiasaan melanggar sila ketiga, sangat sulit meninggalkan hal itu karena sudah biasa dilakukan sehingga jika mencoba melepas, dalam pikiran itu selalu muncul jadi ketika sesuatu perbuatan buruk dilakukan, menjadi kebiasaan tapi jika hal baik itu akan membuat manfaat untuk diri kita, tapi akan berbeda halnya apabila hal buruk akan melepas sulit merasa menderita sendiri, tetapi jika sudah menjadi kebiasaan memang kita tidak bisa walau ada nasihat satu-3x mungkin bisa diterima, tapi bagi orangnya sendiri akan sulit tapi jika kita sebagai sahabat baik, akan memberi dukungan secara bertahap jangan merasa bosan kita menderita sendiri, malah muncul kebencian bukan jadi memberikan nasihat jangan sampai bosan walau sulit melepas, apabila ada komitmen kita kuat bisa secara bertahap bukan 1x saat itu langsung ditinggalkan, butuh bertahap akan melepas hal itu buat orangnya juga jika ada kebiasaan baik berkali kali, akan bisa melepas jika terjadi lagi jangan sampai penyesalan yang terlalu, sampai buat stress sampai gila tapi harus bisa maafkan diri sendiri.
Terus bisa perbaiki diri, bagaimana cara beri nasihat tentu harus bersabar dengan bersabar itu, dengan kita beri support bisa membuat orang itu berubah. Kita sebagai kalyanamitta itu bisa buat peduli bagi dia, jangan jenuh & bosan sama halnya dengan anak nakal tentu sebagai orang tua, jangan sampai melakukan hal tidak baik tetap beri pengertian lakukan terus ingatkan terus, banyak ada beberapa orang yang pernah melihat ketika sudah berkeluarga ada sebagian besar, meninggalkan hidup perumah tangga untuk perdalam spiritual ketika memiliki kehidupan perumah tangga, memiliki anak seiring berjalan waktu ketika melihat anaknya sudah sukses, apabila muncul niat baik melepas hidup perumah tangga bukan suatu ego, kita melihat kewajiban sebagai orang tua sudah menjalankan sebaik mungkin sudah merawat, sudah memberi pengetahuan tentang dunia.
Tentu sudah memperoleh dari orang tua, memiliki pekerjaan bukan suatu ego jika ingin meninggalkan perumah tangga, walau ada niat seperti itu. Tetap menanyakan kepada anggota keluarga, apa diberikan izin / mengizinkan salah satu syarat harus dapat izin kalau tiada izin susah, akan ada kendala lain tapi bukan sebuah ego untuk melakukan hidup spiritual yang lebih, bukan sebuah ego tapi jika ada niat itu sangat baik sekali apalagi sudah merasa butuh pengalaman lebih mendalam, berkenaan praktik ajaran bukan hanya perumah tangga sebagai seorang perumah tangga, sama sama memiliki peluang besar bukan hanya memumpuk spiritual, kalau perumah tangga sudah banyak kesibukan yang dilakukan.
Tetapi disamping kesibukan itu, bisa mengembangkan hal hal baik bisa mengembangkan sila samadhi panna, bukan perumah tangga. Baik perumah tangga & yang meninggalkan sama juga, itu bukan sebuah ego tentu setiap perbuatan baik terkondisi dalam pikiran maupun badan jasmani, tentu apakah hiri itu yang mengendalikan tetapi dengan adanya hiri itu, bisa mempengaruhi cetana kita untuk melakukan suatu perbuatan secara fisik tapi jika dalam pikiran, apakah pikiran kita mampu dikendalikan bisa muncul pikiran baik tidak bisa kita kendalikan, tetapi kalau melatih pengembangan batin pikiran positif akan terus muncul yang mana dominan, kalau melatih terus mengkondisikan hal hal baik akan muncul pikiran pikiran baik, jika tidak baik akan muncul juga pikiran tidak baik hiri ini pada dasarnya apa dia yang mengendalikan tentu tidak, tapi ini mempengaruhi niat kita menyekat untuk memotong apabila ada niat yang tidak baik, tentu dalam mengendalikan pikiran yang berupa kemarahan / pikiran negatif.
Untuk mengendalikan hal itu, ada pengertian ketika kita sedang mengalami kemarahan kebencian, pasti kita merasakan sangat sesak sekali. Jadi pengalaman yang kita rasakan itu, apa merasa senang dengan hal itu ketika mengalami secara langsung ada rasa sesak apa patut melanjutkan amarah / kebencian itu, butuh pengertian dalam diri kita harus betul bersabar menghadapi kemarahan kejengkelan, hendaknya tidak mengungkapkan kata kata kasar, biarlah terjadi dalam pikiran jika ada perbuatan jasmani bukan penyelesaian tapi permasalahan yang berkepanjangan, terjadi permusuhuan / hal hal negatif kondisi itu tidak kita harapkan, bisa kita menjaga karena hal itu tidak patut kita simpan dalam kondisi amarah itu mengendalikan emosi, bersabar kita bisa dalam pengembangan batin dalam hal itu baik / pikiran tidak baik patut disadari, berusaha melepas dalam pikiran & fisik kita namanya pikiran kondisi keserakahan / kebencian, itu kekakuan secara fisik / pikiran itu sangat benar benar kita rasakan, cukup kita sadari melepas / rilekskan secara pikiran & fisik bisa mengkendalikan hal itu, tapi luapan marah itu masih ada tapi jika tidak bersama lagi akan hilang tidak selamanya kondisi marah itu, pasti ada kondisi akan hilang tidak masalah kalau memang ada pikiran berupa kemarahan, pada dasarnya hal itu wajar tapi kemarahan itu jangan sampai menekan batin kita, untuk memperkeruh suasana tidak baik tapi bagaimana kita minimalisir supaya tiada tegang, butuh latihan & proses dalam mengupayakan pikiran tidak baik, perlu latih terus menerus coba melepas walaupun namanya kemarahan itu masih ada besar / sedikit, selama mau melatih hal itu tidak membuat namanya kemarahan & kejengkelan itu buat diri kita sendiri, mau melepas itu mau membiasakan itu akan muncul sebuah kondisi kemarahan, akan terasa sebentar karena sudah mengalami berkali kali sudah tahu cara atasinya.
Tentu kalau kita ingin, mengatasi Lobha Dosha & Moha harus praktik mengkikis sedikit demi sedikit bukan langsung, secara bertahap tentu dalam dhamma bisa melihat banyak praktik yang kita lakukan, kalau serakah kuat. Melekat terhadap harta benda memunculkan kedermawanan, mau berbagi dengan orang lain lebih dominan kebencian kita bisa terus mengembangkan sifat sifat luhur, cinta kasih baik secara pikiran badan jasmani ucapan, kalau kebodohan batin pupuk kebijaksanaan belajar dhamma supaya ada alur bagaimana cara melakukan hal baik, sesuai yang diajarkan kita bisa mengikuti kalau ada manfaat teruskanlah, kalau mengatasi Lobha Dosha & Moha ini butuh praktik dalam dhamma itu bisa jalankan, dana sila samadhi panna kalau kikis LDM itu bisa memperoleh kebahagiaan sejati bisa pembebasan / nibbana, karena kalau nibbana dalam pengertiannya dikatakan sebagai padamnya LDM, kalau mampu mengkikis LDM ini kebahagiaan caranya banyak dijelaskan dalam dhamma, yang bisa kita ikuti tapi jika kita tuntaskan seluruhnya tentu bisa praktik pengembangan batin, kalau menuntaskan keseluruhan baik dengan praktik bhavana / meditasi, sebagai perumahtangga bisa melakukan hal itu dana sila tapi disini secara pikiran praktik moralitas bisa mengatasi ucapan & fisik, sedangkan caga hanya menumbuhkan kedermawanan tetapi jika meditasi, kita bisa kikis ketiga hal tadi.
Kalau sudah peroleh manfaat itu, maka dapat semua tapi sebenarnya apapun praktik itu bisa kikis 3 hal itu, ketika ingin praktik moralitas. Untuk mengikikis 3 hal itu meditasipun sama bukannya praktik meditasi, untuk peroleh kesaktian batin bagaimana mengikis 3 hal itu jika kesungguhan kita kikis 3 hal itu, bisa dalam mengembangkan hal hal kikis 3 hal itu niat juga bersungguh sungguh, hiri & ottapa ini apakah merupakan sebuah sifat / pengembangan sebenarnya hiri & ottapa ini, kalau disebut sifat tentu kita sudah memiliki dari awal kalau itu sifat, tapi jika bukan harus kita tumbuhkan artinya itu sifat / pengembangan tentu disini adalah hiri & ottapa ini sesuatu hal yang ditumbuhkan, bukan sejak lahir tapi itu kita tumbuhkan kapanpun itu, ketika sudah mampu menumbuhkan hal itu kita bisa kembangkan perkuat dalam batin kita, jadi kalau tumbuhkan 1-2x tidak permanen maka bagaimana bisa kita kembangkan lagi, bukan ditumbuhkan saja tetapi dipertahankan sifat hiri & ottapa ini kondisi yang kita tumbuhkan, lalu cara kembangkan perlu memunculkan dalam diri kita sikap pengertian kedua hal itu, kalau sudah memunculkan itu bisa kita lakukan hendaknya mengiringi dalam kondisi apapun, hendaknya mencegah perbuatan hal hal tidak baik jika masih melakukannya, tidak hanya memunculkan dalam batin tapi harus benar benar nyata disaat kita melakukannya, disaat melakukan pengertian tapi dipraktikan langsung jadi seumpama ada niat ingin melakukan, perbuatan tidak baik diingat apa yang kita bisa dapatkan jadi apabila ada kondisi dicibir, ada akibat buruk hal hal negatif bisa diperoleh ketika sudah tahu hal itu apa perlu dilanjutkan, lebih baik ditinggalkan.
Berkenaan mengenai pelapor, jika memang sebagai pelapor mengetahui bagaimana kondisi peristiwa baik perilaku si pelaku, baik kondisi yang didapatkan korban. Tentu sudah tahu hal itu tidak baik, memberikan kondisi tidak bahagia buat si korban ingin mendukung seperti itu, tidak menjadi masalah bila membuat bantuan pada korban bukan satu sisi saja tapi membantu pihak korban, ketika sudah melakukan itu ada perubahan bagi pihak korban baik secara mental, sudah lebih baik ada dukungan bukan melihat satu sisi saja sehingga ada penyesalan yang berlanjut, tetapi lihat sisi positif memberikan dukungan untuk korban yang namanya penyesalan bisa muncul, tapi hendaknya penyesalan itu jangan sampai membuat diri sendiri menjadi tertekan.
Untuk mengikis kekotoran batin, tidak hanya keinginan saja tapi hendaknya betul betul praktik, ntah dalam kondisi apapun dalam aktivitas apapun. Yang kita lakukan bisa kita usahakan, bagaimana ketika melakukan kegiatan ini ada kebencian dengan orang yang tidak disukai berupa kebencian, itu jadi kekotoran batin kikisnya bagaimana kalau dalam kehidupan sendiri, bukan hanya pemahaman tapi praktik juga pengembangan batin bukan praktik duduk saja, bisa kita alihkan dalam sehari hari kekotoran batin bisa muncul dalam aktivitas apapun bukan hal hal tidak baik, bisa juga dalam bentuk kesenangan memiliki barang banyak, tapi ada orang lain yang membutuhkan ada makanan lebih disamping kita ada yang membutuhkan, dengan keserakahan orang meminta tapi kita tidak niat berbagi itu muncul keserakahan, tentu dalam dhamma ada banyak yang dipraktikan untuk kikis kotoran batin baik dengan dana sila samadhi, sebenarnya praktik itu saling berkaitan artinya berkaitan ketika praktik kedermawanan, praktik melepas apa tujuan ketika praktik meditasi jadi ada sokongan ketika muncul kondisi tidak menyenangkan, kita mudah melepas kalau melatih moralitas ketenangan, dengan praktik moralitas itu bisa membawa kemajuan dalam praktik meditasi kalau melanggar praktik sila, yang muncul bisa saja perbuatan buruk itu aturan mau lihat objek utama, tapi malah condong pikiran buruk itu jika ada kesempatan praktik bhavana lakukanlah kalau dizaman Sang Buddha, ret ret itu sangat minim tapi dizaman sekarang retret bukan para bhikkhu, tapi untuk perumahtangga juga bisa retret meditasi butuh latihan bukan hanya niat saja,untuk mengikis kekotoran batin.
Terkadang sulit mengikis 3 hal itu tapi selama kita mau berjuang, kita bisa mengikis itu dengan sila samadhi & panna, tanpa praktik 3 hal itu tentu sangat sulit kikis itu jadi hendaknya kita usahakan, perbuatan baik yang dilakukan. Jika memang mengikis kekotoran baik perbuatan baik yang kita lakukan, baik berupa sila samadhi & panna fokuskan untuk mengikis kekotoran batin, bisa memicu untuk kehidupan mendatang jika belum realisasi pada masa ini, terus kembangkan sila samadhi & panna setahap demi setahap kalau masalah akibatnya kalau disebutkan secara pasti, tidak bisa menyebutkan paling besar mana tapi sebenarnya begini, jika seseorang berbuat buruk didasari pengetahuan & tidak memiliki itu ada perbedaan, bahwa ketika seseorang mengetahui betul ada pemahaman perbuatan buruk melakukan itu, tentu sudah memiliki pemahaman tapi ada juga yang tidak mengetahui akibatnya maka bisa dipastikan, ketika seseorang tidak memiliki pemahaman / pengertian baik buruk bisa muncul pandangan salah, jadi pandangan salah itu tentu sangat berbeda sekali lebih berat, jadi kalau kita perhatikan baik kondisi pikiran diantara yang memiliki pemahaman dengan tanpa pemahaman, bisa berbeda kalau tiada pemahaman lebih kasar ketimbang mereka yang tahu / memiliki pemahaman, jadi bisa saja mereka yang memiliki pemahaman antara tingkat kengeriannya, berbeda tindakan buruk dengan takaran itu tidak terlalu berat untuk si korban, seperti pembunuhan jika seseorang menyakiti orang lain jika orang yang melakukan atas dasar pengertian, melakukannya tidak akan sekasar mereka yang tidak memiliki pemahaman.
Jadi intinya, pada dasarnya memang dibandingkan diantara seseorang yang memiliki pemahaman dibandingkan tiada pemahaman, perbedaan sangat besar. Karena ketika seseorang tiada pemahaman bisa jadi pandangan salah, tetapi ketika sudah ada pemahaman terutama tahu baik & buruk, pasti ketika melakukannya mengetahui takarannya seperti apa pada dasarnya memang, berdasarkan yang diceritakan tadi jika suatu tindakan tanpa niat takaran dari akibat karma itu, dibandingkan dasar niat akan berbeda hasilnya tapi jika tidak mengetahui orang yang meninggal itu, terselip terjepit tiada yang tahu dalam hal karma tentu pada dasarnya tiada akibat buruk bagi pelaku, karena tidak melakukannya seperti seorang bhikkhu tingkat tataran kesucian, tetapi kondisi matanya buta satu kesempatan menginjak banyak semut, ketika sudah dilewati kok banyak semut yang mati sehingga dilaporkan ke Sang Buddha bhikkhu itu tiada niat, tidak mungkin ada karma buruk jadi namanya karma kembali pada niat, jika ada niat kasusnya supir truk itu jika ada niat menjepit bisa memiliki akibat karma buruk, tapi jika tidak mengetahui ada motor.
Dari orangnya sendiri mana ada niat menjepit orang itu, tentu tidak akan memberikan akibat karma buruk, jadi kerja dari karma secara sederhana. Berdasarkan pada niat seperti itu jadi kalau secara hukum umum, kesepakatan disana kalau dikaitkan mengenai karma kondisi supir truk bukan hanya karma penyebab, bisa terjadi karena beragam sebab bisa karma tapi sebagian kecil, tapi aturan masyarakat / negara itu disepakati bersama bisa pengaruhi kita apabila melanggar jika kondisi itu terjadi, pasti akan diproses secara hukum jadi kita tidak bisa matok hukum karma utama, tapi ada beragam hukum kenapa bisa masuk penjara jadi ada hukum di Indonesia, kalau ada kasus ini kalau punya orang tua tidak mendukung berbuat baik anaknya praktik berdana, jadi bagaimana cara mengatasinya berikan pengertian ketika mendengar cibiran, katakanlah memberikan orang lain barang / uang dengan nilai yang besar itu disebut sebut sehingga dicibir, terima saja karena ada sudut pandang orang tua sendiri apabila tidak mendukung berikan pengertian, itu bukan hal yang buruk bukan merugikan orang lain, tapi memberikan manfaat untuk orang lain seiring berjalannya waktu dengan memberikan pemahaman tidak hanya pengertian, tapi kita bisa mengajak apa yang kita lakukan itu adalah hal yang baik, kalau diri kita sudah peroleh hal itu mau mengajak mereka pasti dapat hal bajik, bisa memberikan bukan hanya bermanfaat untuk diri sendiri tapi bisa buat orang tua kita juga, kalau ada kasus ini terjadi berikan pengertian bukan hal yang buruk tapi itu adalah hal yang baik.
Komentar
Posting Komentar